tes

Rumah Belajar Einstein Jatisari...Prestasi lebih Pasti

Kamis, 09 Juni 2011

Nilai UN B. Indonesia rendah

Mau Nilai UN Bahasa Indonesia Lebih Baik? Ajak Para Guru Bahasa Indonesia Dolan ke Kompasiana


.
Ini memang berita basi. Jeblognya nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia pada UN SMP dan SMA sudah mulai lima tahun lalu. Jangan heran bila ada anak pintar SMP misalnya mendapatkan angka 10 untuk bahasa Inggris, 10 untuk matematika, 10 untuk IPA dan 7 untuk Inggris. Anak SMA-IPA yang pintar juga bisa tersenyum kecut untuk nilainya. 10 untuk matematika, 10 untuk  Biologi, 9.9 untuk Fisika, 9.8 untuk kimia,  9.8 untuk Inggris, dan 7.7 untuk Bahasa Indonesia.
Beda nilai yang cukup signifikan antara mata pelajaran lain dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia ini cukup mengejutkan. Harian Umum Haluan Riau 3 Mei 2010 menyebutkan bahwa dalam catatan Data Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas, dari total 1.522.162 peserta UN SMA/MA 2010, sebanyak 154.079 siswa harus mengulang karena tak lulus Bahasa Indonesia.
Asosiasi Pendidikan Bahasa Indonesia kemudian menyelenggarakan Diskusi Ilmiah Bahasa Indonesia (7/08/2010) bersama narasumber dari Kemendiknas, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), para guru besar, Dinas Pendidikan, dan penulis buku, di Universitas Negri Yogyakarta.
Diskusi ini bermaksud mencari akar permasalahan yang berdampak pada nilai UN Bahasa Indonesia. Dalam diskusi terungkap bahwa Bahasa Indonesia menjadi sulit dipelajari karena pembelajaran Bahasa Indonesia selama ini lebih berfokus pada pengetahuan bahasa, bukan sebagai pengetahuan keterampilan berbahasa. Padahal, soal-soal yang diujikan di UN itu menjadi barometer kompetensi berbahasa peserta UN.
Dalam diskusi itu disebutkan pula bahwa 57% guru Bahasa Indonesia belum menempuh S1/D4. Selain itu, ada mismatch antara mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan guru, serta kreativitas yang rendah dalam mengaplikasikan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang mengakibatkan Bahasa Indonesia dianggap sebagai analisis bahasa yang bersifat subjektif belaka dan terkesan membosankan. Prof. Dr. Bambang Kaswanti Purwo pun menambahkan analisis permasalahan dasar kompentensi berbahasa Indonesia dari sudut pandang peta kebahasaan di Indonesia. “Tujuh puluh tiga persen anak Indonesia berumur 9 tahun tidak menggunakan bahasa Indonesia di rumah. Itulah sebabnya keberadaan bahasa ibu yang lebih akrab pada siswa mempengaruhi kemampuan berbahasa Indonesia mereka.” Hernowo, penulis buku terkenal dan guru Bahasa Indonesia mengajukan resolusi, ” sebaiknya para guru bahasa menjadi teladan dalam membaca dan menulis yang memberdayakan,” ujarnya dalam hal membangkitkan minat siswa pada Bahasa Indonesia.
Dari segi siswa, saya berpendapat bahwa soal-soal UN Bahasa Indonesia masuk ke dalam ‘dark-area‘ yang sulit dinalar siswa. Kata anak saya, “Ketika ada soal yang saya tak bisa jawab, saya tanya ke lembaga bimbingan belajar (LBB) PG, jawabanya A. Ketika saya tanya ke LBB SSC, jawabannya B.  Saya tanya ke LBB GO, jawabannya C. Saya tanya ke guru BI saya, jawabannya D. Hayo, mumet, ‘kan?”
Mau tahu seperti apa soal-soal Bahasa Indonesia pada Ujian Nasional, silakan klik :
http://mashudismada.wordpress.com/2010/02/04/prediksi-soal-un-2009-mata-pelajaran-bahasa-indonesia-dilengkapi-junci-jawaban/
Yuk kita simpulkan bahwa memang ada diskrepansi antara elemen-elemen Bahasa Indonesia yang diajarkan (dan diarahkan oleh kurikulum) dengan materi soal UN Bahasa Indonesia. Sumber gagalnya siswa menjawab soal yang benar ada pada beda interpretasi antara siswa dan penulis soal. Penulis soal saya yakini adalah kaum cerdik pandai yang telah sangat mapan kemampuan Bahasa Indonesia-nya berkat ‘jam terbang’ mereka dalam berbahasa Indonesia dalam berbagai bidang. Untuk ini, perlu peningkatan kemampuan interpretasi siswa melalui kepiawaian guru-guru Bahasa Indonesia dalam menjalankan proses belajar-mengajar Bahasa Indonesia di sekolah.
Melihat kenyataan di atas bahwa 57% guru Bahasa Indonesia belum menempuh SI/D4 di bidang Bahasa Indonesia, barangkali ada baiknya kita mulai membantu mereka mendapatkan jalan pintas untuk memintarkan siswa-siswa mereka.
Inilah yang kita bisa lakukan : setiap Kompasianer yang kenal guru Bahasa Indonesia tingkat SD, SMP atau SMP dihimbau untuk membujuk pada guru tersebut bertandang ke www.kompasiana.com dan mulai belajar mengenali ribuan tulisan autentik yang dihasilkan oleh para Kompasianers. Lihat, Kompasiana telah menyediakan materi tak ternilai lewat berbagai rubrik, dengan tulisan-tulisan yang brilian, menarik, bermanfaat, aktual, yang dihasilkan oleh ribuan penulis.
Melalui tulisan-tulisan di Kompasiana, para guru bisa membantu siswa mengenali struktur kalimat, majas, organisasi tulisan, cara penyampaian, jenis-jenis tulisan (narasi, recount, ekposi, fiksi dan sebagainya), dan aspek-aspek lain Bahasa Indonesia. Guru bisa menugasi muridnya begini : “Coba kau klik www.kompasiana.com, lalu cari artikel tentang kebakaran hutan, dinamika tenaga kerja di luar negeri, cerita pendek atau novel”
Lebih spesifik guru bisa menugasi murid, “Coba baca amati cerpen atau novel dan temukan sebanyak mungkin contoh-contoh bahasa figuratif di dalamnya,”
Atau : “Bacalah catatan perjalanan tentang Norwegia dan buat ringkasannya. Nanti saya akan mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan bacaan tersebut”
Atau : “Silakan cari postingan yang memuat penggunaan bahasa Indonesia yang salah,”
Silakan bayangkan, betapa ringan tugas guru. Ia tinggal melihat hasil pencarian siswa terhadap naskah-naskah otentik yang ditulis Kompasianers yang memiliki keragaman intelektual, gaya bahasa dan informasi.
Mungkinkah ini? Sangat mungkin. Saya punya contoh sederhana. Anak perempuan saya yang saya sebutkan di atas tadi, kompasianer www.kompasiana/com/nadiaroesdiono, pada tanggal 5 April 2011 memposting artikel ini http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/04/05/naskah-drama-bahasa-indonesia-arti-sahabat/. Hari ini, jam 14.21, naskah tersebut telah diklik 1.364 kali. Klik ini jauh lebuh banyak dari artikel saya yang paling banyak mendapat kunjungan, yakni
http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/24/orang-indonesia-menipu-di-bandara-singapura-dan-kl/
yang hanya dikunjungi 1.126 pembaca pada saat yang sama. Asyiknya lagi, kalau artikel saya mendapat kunjungan sebanyak 1.126 dalam jangka dalam jangka 24 April sampai 28 April 2011, (‘rush click’), karena judulnya yang provokatif, maka angka kunjungan untuk artikel yang ditulis anak saya diperoleh dengan pertambahan perlahan tapi pasti mulai 5 April 2010 sampai sekarang, dan saya yakin itu akan naik terus. Itu artinya, setiap saat, ada pengunjung mencari dan membaca artikel tersebut, dan dengan demikian artikel anak saya tersebut lebih ‘abadi’ sebagai sebuah sumber bacaan, katimbang artikel saya yang hanya berfungsi sebagai ‘instant information’.
Saya menduga, besarnya kunjungan pada artikel NASKAH DRAMA BAHASA INDONESIA itu adalah berkat satu dua guru Bahasa Indonesia yang boleh jadi menugasi siswanya begini, “Coba anak-anak, kalian cari naskah drama Bahasa Indonesia di Kompasiana”.
Bukankah ini elok?
Itulah sebabnya saya berpendapat, Kompasiana bisa membantu para guru Bahasa Indonesia untuk lebih membiasakan siswa-siswanya banyak membaca, melahap berbagai jenis bacaan agar kemampuan berbahasa mereaka lebih terasah dan bisa lebih ‘match’ dengan interpretasi penulis soal yang merupakan makhluk-mahkluk penulis yang lebih berpengalaman.
Sekali lagi, para Kompasianers, ajak guru-guru Bahasa Indonesia SD, SMP, dan SMP untuk bergabung dengan Kompasiana dan mengambil manfaatnya untuk dirinya sendiri dan anak didiknya.
Guru Bahasa Indonesia, ayo maju! Go go, teachers!
Sumber-sumber :
http://www.uny.ac.id/berita/fbs/diskusi-ilmiah-bahasa-indonesia-ada-apa-dengan-un-bahasa-indonesia
http://www.riaumandiri.net/rm/index.php?option=com_content&view=article&id=4511:buruknya-nilai-un-bahasa-indonesia&catid=60:tajuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar